Materi Kebudayaan

Budaya Sunda

Kearifan lokal pada setiap daerah di Indonesia sangat beragam, salah satunya kearifan lokal yang ada di Tanah Sunda. Suku Sunda mendiami wilayah bagian barat pulau Jawa, khususnya di provinsi Jawa Barat dan Banten. Masyarakat Sunda terkenal dengan kesederhanaan, keramahan, dan sikap yang terbuka. Bahasa Sunda, yang memiliki berbagai dialek, digunakan sehari-hari oleh penduduk dan diajarkan di sekolah-sekolah sebagai upaya melestarikan bahasa daerah.

Suku Sunda adalah salah satu suku yang ma` sih memegang teguh falsafah lokal sebagai sikap batin paling dasar sekaligus sebagai ajaran bagi masyarakatnya yang dimana pada falsafah Sunda membahas bagaimana caranya membangun sistem kemasyarakatan yang harmonis sesama manusia tanpa melupakan jati diri budaya sendiri. Nilai moral budaya Sunda mengandung konsep dasar tentang kehidupan yang dibentuk oleh manusia dan masyarakat yang menimbulkan tekad masyarakat Sunda untuk mewujudkannya. Salah satu sumber pemahaman masyarakat Suku Sunda akan falsafah hidup adalah naskah Sanghyang Siksakandang Karesian (SSKK). Naskah yang menggunakan bahasa dan huruf Sunda kuno ini selesai disusun pada tahun 1516 M dan dipublikasikan oleh Atja dan Saleh Danasasmita pada tahun 1981, lalu diterbitkan kembali dalam bentuk buku oleh Danasasmita pada tahun 1987. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian ini berisi aturan, tuntunan, serta ajaran moralitas yang menjadi falsafah hidup masyarakat suku Sunda hingga kini. Salah satu falsafah yang masih selalu dijadikan pedoman dan pegangan adalah prinsip 'Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh' atau bisa juga disebut dengan istilah 'Silas' atau '3 SA'.

Dalam falsafah Sunda, kata silih yang memiliki arti saling, mengandung makna nilai transformasi yang bersifat resiprokal dan saling memberikan respon dengan penuh kesantunan. Kata 'silih' menjadi kunci pembuka untuk mendalami kosmologi atau tatanan ontologis dalam kebudayaan Sunda. Kata ini sendiri dalam leksikon Sunda merujuk pada kata kerja penyambung yang menyiratkan nuansa 'berbalas', 'timbal balik', atau 'mengambil alih'. Kemudian dalam bahasa Indonesia, kata ini diterjemahkan sebagai 'saling' dan 'ganti/menggantikan/digantikan'.

Perpaduan kata silih dengan masing-masing kata asah, asih, asuh yang berasal dari bahasa Sunda, menjadikan kata majemuk mengandung makna transformasi nilai yang bersumber dari substansi makna nilai: asah, asih, asuh dalam kehidupan antar manusia dalam realitas kehidupan masyarakat, sehingga terbangun harmonisasi yang saling ketergantungan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. Falsafah ini senantiasa mengedepankan nilai kebersamaan, yakni maju bersama dalam intelektualitas (silih asah), kekuatan kasih sayang yang senantiasa diciptakan dalam segala bentuk hubungan individu satu sama lain (silih asih), dan sikap mengayomi satu sama lain sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam menciptakan harmonisasi hidup (silih asuh).

Aksara Sunda

Aksara Sunda adalah sistem penulisan huruf yang digunakan untuk menuliskan kata-kata dalam Bahasa Sunda. Aksara Sunda menjadi salah satu kebudayaan dari Sunda atau khusunya yang berada di wilayah sekitaran Jawa Barat yang hingga saat ini harus kita lestarikan bersama.

Adapun fungsi dari Aksara Sunda yaitu digunakan untuk memperkuat lambang kebanggaan dan identitas daerah Tatar Sunda. Terbitnya Perda No. 9 Tahun 2012 telah memperkuat penggunaan, pemeliharaan, dan pengembangan bahasa, sastra, dan aksara Sunda di Kota Bandung. Aksara Sunda dapat digunakan juga sebagai alat komunikasi untuk menulis berbagai jenis teks seperti surat, buku, artikel, dan puisi. Kemudian Aksara Sunda dapat digunakan sebagai alat budaya dan alat penelitian. Saat ini, masyarakat umum sering diperkenalkan dengan aksara ini melalui berbagai acara budaya di Jawa Barat. Selain itu, aksara Sunda juga sering digunakan pada papan nama beberapa bangunan pemerintahan. Aksara Sunda juga terbagi menjadi beberapa bagian yaitu Aksara Swara (Vokal), Aksara Ngalagena (Konsonan), Aksara Pangwilang (Angka), dan Aksara Rarangkén.

Aksara Pangwilang (Angka)

Aksara Pangwilang adalah aksara bercabang dengan angka puluhan, diikuti angka ratusan, dan seterusnya, ditulis dari kiri ke kanan. Ada sepuluh angka dalam aksara sunda, yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0. Contohnya adalah sebagai berikut:

Aksara Swara (Vokal)

Aksara swara juga dikenal sebagai aksara vokal. Berbeda dengan abjad Indonesia yang hanya memiliki 5 vokal bebas, bahasa Sunda memiliki 7 huruf vokal. Dua huruf vokal tambahan dalam bahasa Sunda adalah karakter é dan eu yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Aksara Ngalagena (Konsonan)

Aksara ngalagena merupakan aksara yang terdiri dari simbol-simbol yang mewakili fonem konsonan yang suku katanya mengandung bunyi vokal “a”. Pengucapan aksara ngalagena tergantung pada posisi alat bicara seperti kerongkongan, langit-langit mulut, gigi, dan bibir. Ada 25 karakter dalam aksara ngalagena: ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba, ma, ya, ra, la, wa, sa, ha, fa, kha, qa, sya, va, xa, dan za. Karakter fa, va, qa, xa, kha, sya, dan za mewakili bunyi serapan yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Aksara Rarangkén

Aksara Rarangkén yaitu aksara yang berfungsi sebagai pelengkap dan pendamping komponen Aksara Ngalagena, karena semua huruf dalam Aksara Ngalagena hanya diikuti oleh huruf vokal “a”. Sebaliknya, ada banyak kata dan kalimat yang mengikuti vokal lainnya. Aksara Rarangkén dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan tempat penulisannya: di atas huruf, di bawah huruf, dan sejajar dengan huruf adapun contoh nya sebagai berikut:

Silih Asih

Makna dari kata silih asih ialah saling mengasihi dengan segenap kebeningan hati. Kata silih asih berarti saling mengasihi dengan cara memberikan kasih sayang yang tulus. Kata asih sendiri berarti cinta, yang mana mengandung makna nilai ontologis bahwa keberadaan asih berasal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga nilai dari asih dapat dijadikan dasar landasan kehidupan untuk membangun kehidupan manusia yang harmonis. Berdasarkan makna-makna diatas, dapat dinyatakan bahwa pengertian singkat dari silih asih adalah saling menyayangi. Perilaku silih asih mampu menggambarkan rasa kasih sayang yang tulus, yang dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan. Jika seseorang telah menanamkan kebudayaan silih asih dalam dirinya, maka hubungan sosial yang dilakukannya akan berlandaskan pada getaran nilai keindahan yang selaras serta harmonis, yang mana akan berakhir pada kebahagiaan bersama. Hal tersebut sesuai dengan yang tertuang pada naskah Sahyang Siksa Kandang Karesian yang berbunyi “Ngertakeun bumi lamba”, dengan makna mensejahterakan alam dunia.

Berikut adalah beberapa aspek penanda dari silih asih:

  • Asih karena terdapat dedikasi. Hal ini dimaknai sebagai tumbuhnya keteguhan hati, mengisyaratkan bahwa pada perilaku silih asih, akan mampu melewati apapun jenis halangan yang menghadang.
  • Asih dalam kemampuan berdisiplin. Disiplin pada hal ini dimaknai sebagai kemampuan seorang individu untuk dapat memiliki sifat disiplin seperti dalam hal kesetiaan, ketaatan, maupun kemampuan untuk dapat membatasi diri.
  • Asih sebagai pengorbanan. Pada dasarnya, asih merupakan kemampuan untuk mengorbankan kepentingan individu untuk kepentingan yang dikasihinya dalam hal yang benar.
  • Asih untuk ekspresi diri. Penerapan dari rasa asih ialah dapat mengekspresikan diri seutuhnya. Aktualisasi dalam mengekspresikan diri sangat dibutuhkan agar mampu menumbuhkan rasa percaya diri.
  • Asih dapat menumbuhkan rasa bahagia berkat dari hasil kerja sama. Rasa kebahagiaan yang didapat, merupakan hasil yang diperoleh dari jerih payah capaian bersama.

Contoh implementasi dasar dari prinsip silih asih adalah sebagai berikut:

  • Jujur dalam bertutur dan berperilaku.
  • Berdedikasi pada seluruh hal yang dilakukan.
  • Disiplin sebagai seorang individu.
  • Menerapkan perilaku sabar dalam keseharian.
  • Memiliki sikap kerja sama dan gotong royong.

Silih Asah

Kata asah berarti menajamkan, mengandung makna nilai epistemologi bahwa kemampuan mengasah akal, rasa, dan karsa dalam diri manusia akan menghasilkan ilmu pengetahuan dalam kehidupannya. Konsep dasar silih asah adalah saling mencerdaskan, saling menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman lahir batin. Situasi yang terjadi pada silih asah yaitu adanya aktivitas antara dua pihak dimana salah satunya berperan sebagai pemberi pengetahuan dan pihak lainnya sebagai penerima pengetahuan. Situasi ‘saling mengasah’ tersebut akan menghasilkan suatu capaian akhir berupa peningkatan kualitas berpikir, juga mengasah kemampuan untuk mempertajam pikiran dengan tempaan ilmu dan pengalaman. Seperti tercermin dalam ungkapan “peso mintul mun terus diasah tangtu bakal seukeut” artinya pisau tumpul kalau terus diasah akan tajam juga; atau “cikarakak ninggang batu laun-laun jadi legok” artinya air tempias menimpa batu lama-lama batunya akan berlubang. Dengan kata lain, sebodoh-bodohnya orang kalau terus ditempa, suatu saat akan ada bekasnya dari hasil pembelajaran itu.

Berikut adalah beberapa aspek penanda silih asah:

  • Asah berarti mempunyai visi misi. Silih asah dimaknai sebagai memperjelas visi dan misi serta strategi hidup seseorang.
  • Asah memerlukan keterbukaan dalam arti tidak ada sesuatu yang disembunyikan sehingga ilmu tidak berkembang. Dengan keterbukaan hati, optimalisasi transformasi ilmu pengetahuan akan tercapai.
  • Asah adalah kemampuan mengelola. Dengan kemampuan manajemen yang baik, kegiatan menimba ilmu pengetahuan dapat dijalankan dengan rasa nyaman dan menjadi kenikmatan tersendiri.
  • Asah adalah memberi penilaian. Hakikat silih asah adalah saling mencerdaskan dan menilai suatu kualitas ilmu pengetahuan dan kemampuan di antara dua pihak.
  • Asah adalah kemampuan bersinergi. Proses silih asah sangat memungkinkan terjadi interaksi sinergi antara dua pihak yang dapat menimbulkan penemuan-penemuan baru atau peningkatan kualitas diri yang lebih optimal.

Contoh implementasi dasar dari prinsip silih asah adalah sebagai berikut:

  • Berdiskusi dan saling bertukar pemikiran dengan sesama.
  • Memberikan tanggapan dengan cara yang baik terhadap ide yang diusulkan orang lain.
  • Memberikan ilmu pengetahuan yang kredibel dan bermanfaat antar sesama.
  • Menciptakan sebuah karya yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan.
  • Mencari inovasi baru dalam berbagai bidang yang dapat bermanfaat untuk sesama.

Silih Asuh

Arti dari silih asuh ialah saling mengayomi, membina, membimbing, menjaga, mengarahkan dengan seksama agar selamat lahir dan batin. Kata silih asuh dapat dimaknai juga sebagai kehidupan yang penuh dengan keharmonisan dan cinta kasih. Silih asuh dapat berperan sebagai alat komunikasi pada masyarakat Sunda untuk dapat saling mengingatkan, memberi masukkan dan saran, memberi teguran, dan juga memberikan pendapat sehingga menumbuhkan ikatan emosional antar sesama masyarakat, dimana dapat hadir ikatan batin yang menganggap bahwa dirinya diperhatikan dengan sesamanya. Pada makna silih asuh, tidak berbicara mengenai “saya”, “dia”, atau “mereka”, melainkan “kita”. Budaya silih asuh mampu berperan menjadi penjaga pada penerapan budaya silih asah serta silih asih. Dalam menjalankan kehidupan, terdapat nilai-nilai luhur yang tetap harus dijalankan meskipun kehidupan cenderung berkembang ke arah yang modern, dalam hal inilah silih asuh dapat menjadi pengingat akan adanya norma-norma atau nilai-nilai agar keberadaannya tidak hilang dan dapat terus terjaga, hingga diwariskan pada generasi yang akan datang. Silih asuh dapat disimpulkan sebagai salah satu bentuk pola kehidupan yang berorientasi pada kultur saling menjaga dan memelihara sehingga dapat tumbuh kesadaran untuk bersilaturahmi dan menjaga hak serta kewajiban antar sesama.

Berikut adalah beberapa aspek penanda dari asuh:

  • Asuh sebagai kesetaraan. Dimaknai sebagai kesadaran bahwa seluruh pihak memiliki kesetaraan yang sama sebagai makhluk hidup, sehingga tidak saling menekan dan menjajah.
  • Asuh adalah menghargai. Perasaan dihargai akan melahirkan suasana kemitraan yang nyaman antara beberapa pihak.
  • Asuh adalah adil. Asuh dinyatakan sebagai kemampuan untuk dapat menghargai atas kualitas yang dicapai oleh tiap individu.
  • Asuh bersifat satria. Perasaan satria yang dilahirkan oleh budaya asuh dimaknai sebagai kemampuan untuk tidak menyalahkan pihak lain karena ingin menyelamatkan diri sendiri.
  • Asuh adalah kaderisasi. Kaderisasi merupakan kiat yang dapat diterapkan untuk dapat mempercepat terjadinya regenerasi, yang dilakukan dengan menerapkan transformasi informasi dari pengalaman pendahulu sebagai rambu-rambu perjalanan kebudayaan bangsa yang akan datang agar tidak terjadi kemunduran.

Contoh implementasi dasar dari prinsip silih asuh adalah sebagai berikut:

  • Memberi teguran pada sesama ketika melakukan kesalahan.
  • Membimbing sesama ketika berada dalam kesulitan.
  • Mengingatkan norma, nilai, dan aturan di masyarakat agar tidak hilang dan dapat terus terjaga.
  • Menghargai serta menghormati seluruh berbagai perbedaan yang ada.
  • Menyamakan persepsi untuk mewujudkan tujuan bersama.